Saturday 23 July 2016

Masjid Soekarno (Semalam di Saint Petersburg Bagian 3)





17 Juli 2016
Seperti biasa setelah mandi pagi sekitar jam 08.30 kami menuju dapur untuk sarapan, sebetulnya kami bisa masak apa saja karena di hostel di sediakan peralatan lengkap, tapi karena untuk praktisnya kami hanya bikin susu, kopi dan teh hangat dan sarapan mie instan. Di meja makan saat sarapan inilah kami banyak berinteraksi dengan penghuni kamar yang lain yang semuanya dalah para turis dari bermacam macam negara. Ada yang dari Chili, Siberia, Thailand dan Korea. Kami saling bertukar cerita tentang negara masing masing dan juga petualang selama di Saint Petersburg.
Check out
Setelah selesai sarapan kami segera berkemas kemas untuk check out dari hostel. Sekitar pukul 10.30 kami check out dan kami langsung menuju ke Moskovskiy Vokzal dengan metro dari stasiun Admiralteyskaya. Untuk sampai di Moskovskiy Vokzal, kami harus melalui 2 jalur metro, yaitu jalur hijau dari stasiun Admiralteyskaya sampai stasiun Pushkinskaya kemudian dari stasiun Pushkinskaya pindah ke jalur merah sampai stasiun Plosyad Vosstaniya. Stasiun Plosyad Vosstaniya adalah stasiun metro terdekat dengan Moskovskiy Vokzal. Perjalanan dari metro Admiralteyskaya ke metro Plosyad Vosstaniya ditempuh sekitar 13 menit.
Kenapa kami harus ke Moskovskiy Vokzal, sementara kereta kembali ke Moscow baru berangkat pukul 21.24 malam?
Penitipan barang di stasiun
Sebagai informasi di Moskovskiy Vokzal ada fasilitas penitipan barang untuk mempermudah para wisatawan dari kerepotan membawa barang. Fasilitas ini cukup membantu bagi para wisatawan, karena biasanya waktu check out penginapan, baik hotel, hostel, dan lain-lain adalah sekitar pukul 12.00 atau 13.00. Bagi wisatawan yang menginap di hotel besar mungkin masih bisa menitipkan barangnya di hotel, tetapi bagi yang menginap di hotel kecil atau hostel, hampir tidak mungkin untuk menitipkan barang-barang di sana mengingat keterbatasan tempat.
Ada dua pilihan model penitipan yang disediakan di sini, pertama dengan hitungan per item barang, dengan model ini barang-barang yang dititipkan dikumpulkan menjadi satu setelah diberi tanda.  Hitungan biaya untuk model ini adalah berdasarkan jumlah item barang dan lamanya waktu penitipan, yaitu 1 jam, 2 jam dan 3 – 24 jam, dengan harga mulai RUR 170 per item barang. Untuk penitipan model ini disediakan beberapa loket penerimaan barang, tetapi karena memang sedang musim liburan musim panas, tempat tempat tersebut penuh sehingga antriannya panjang.
Model kedua adalah menggunakan hitungan jumlah loker yang digunakan, di mana setiap pengunjung menyewa sejumlah loker (bisa 1 atau lebih tergantung jumlah barang yang akan dititipkan). Hitungan biaya untuk model ini berdasarkan jumlah loker yang disewa dan lamanya waktu penitipan, yaitu 1 jam, 2 jam, dan 3 – 24 jam, dengan harga mulai RUR 340 per loker. Pada model kedua hanya disediakan  satu loket penerimaan barang. Keuntungan model kedua adalah berapapun item barang yang kita bawa, hitungannya tetap jumlah loker yang kita sewa. Untuk barang atau koper yang berukuran kecil atau sedang, bisa kita letakkan di dalam 1 loker.
Di setiap loket penerimaan barang tampak antrian yang cukup panjang, tetapi antrian di loket model kedua terlihat lebih sedikit, sehingga kami putuskan untuk ikut antri di loket model kedua.
Di saat anak saya sudah sampai dibarisan nomor dua dari depan ada pengumuman bahwa sudah tidak ada tempat lagi, kalau mau bisa tetap antri sambil menunggu orang ambil barangnya. Beruntungnya karena kurang sabar orang di depan anak saya malah keluar dari antrian sehingga anak saya menjadi yang terdepan dan tidak lama kemudian ada orang mengambil barang sehingga koper kami bisa masuk.
Masjid “Soekarno”, Saint Patersburg
Setelah koper aman di penitipan, kami lanjutkan petualangan kami hari itu. Sesuai rencana kami mau mendatangi masjid biru atau biasa disebut masjid “Soekarno”. Masjid biru atau masjid “Soekarno” hanya istilah saja, nama resminya adalah Saint Petersburg Mosque.
Dari Moskovskiy Vokzal, kami menggunakan metro jalur merah pindah ke jalur hijau dari stasiun Mayakovskaya ke stasiun Gostineiy Dvor lalu pindah jalur biru dari satsiun Nevskiy Prospekt ke stasiun Gorkovskaya, yang merupakan stasiun metro terdekat dengan masjid Saint Petersburg. Perjalanan dari metro Mayakovskaya ke metro Gorkovskaya ditempuh sekitar 9 menit.
Masjid Saint Petersburg terletak di pusat kota, tepatnya di Kronverkskiy Prospekt No. 7, tak jauh dari Sungai Neva dan Benteng Peter & Paul yang ikonik di Rusia. Masjid yang didominasi warna biru ini bernama asli Jamul Muslimin, tetapi lebih sering dijuluki sebagai Blue Mosque atau Masjid Biru.
Masjid ini sebenarnya mulai dibangun pada tahun 1910 dan mulai dibuka untuk umum pada tahun 1913. Sejarah berdirinya masjid dapat dilihat di https://en.wikipedia.org/wiki/Saint_Petersburg_Mosque
Pada tahun 1950-an masjid ini dijadikan gudang oleh pemerintah Rusia yang kala itu masih berada di era kepemimpinan komunis. Semua tempat ibadah baik gereja maupun masjid tak boleh digunakan untuk beribadah.

Lalu kenapa sampai ada istilah masjid “Soekarno”?
Kisahnya berawal pada tahun 1956, Soekarno yang waktu itu ditemani putrinya, Megawati melakukan kunjungan kenegaraan ke Moskow, Rusia. Di tengah lawatan itu, Soekarno ingin singgah ke Kota St. Petersburg yang kala itu masih bernama Leningrad.
Dalam perjalanannya menuju kota itu, Soekarno melihat sebuah bangunan berkubah biru. Gedung itu memiliki menara yang tinggi. Ia menduga, bangunan tersebut adalah masjid.
Ia pun meminta kepada tentara Rusia yang mengawalnya untuk bisa mampir ke gedung itu. Namun mereka tak mengizinkannya. Sesampainya di hotel, Soekarno masih penasaran hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengunjungi gedung berkubah biru itu secara diam-diam.
Sesampainya di sana, ia mendapati bangunan itu tak dirawat secara layak. Masjid itu malah difungsikan sebagai sebuah gudang. Melihat kondisi itu, Soekarno prihatin dan meminta jadwal kunjungan lainnya di Leningrad dibatalkan.
Tak lama, Soekarno langsung menemui pemimpin Rusia untuk meminta difungsikannya kembali Masjid St. Petersburg sebagai tempat ibadah. Upaya tersebut rupanya berbuah manis. Beberapa hari setelah Soekarno kembali ke Indonesia, utusan dari Moskow datang ke Leningrad untuk meminta walikota membuka kembali Masjid St. Petersburg sebagai tempat ibadah.
Sejak saat itu, Masjid Soekarno terus berdiri kokoh dan berfungsi maksimal di bawah pengelolaan komunitas muslim di St. Petersburg. Tahun 1980 masjid ini sempat direnovasi secara besar-besaran hingga bentuknya menjadi seperti sekarang. Beberapa Presiden Indonesia di era reformasi juga pernah mengunjungi masjid ini, antara lain Megawati pada tahun 2003 dan Soesilo Bambang Yudhoyono pada 2006 lalu.
Tembok Peter (Peter’s Curtin Wall)
Tembok Peter merupakan bangunan tembok yang membatasi area yang cukup luas, di dalam tembok tersebut terdapat banyak bangunan bersejarah. Saat ini bangunan-bangunan tersebut berfungsi sebagai museum, lengkap dengan diorama dan patung-patung yang meggambarkan kondisi asli saat jaman kejayaannya dulu.
Dari arah masjid Saint Petersburg, kami berjalan kira-kira 500 meter melewati sebuah taman kemudian menyeberangi sebuah jembatan kecil sebelum masuk ke pintu gerbang tembok Peter. Tembok Peter memang terletak di sebuah delta yang menjadi pertemuan beberapa sungai kecil sebelum bergabung menjadi sunga Neva yang cukup besar.
Di sebelah kiri jembatan di tepi sungai terdapat hamparan tanah lapang berumput hijau yang tidak terlalu luas, hamparan rumput ini berbatasan langsung dengan air sungai. Di saat musim panas seperi sekarang, hamparan rumput ini digunakan pengunjung untuk berjemur layaknya di tepi pantai. Dengan Alaskan selembar kain, mereka membuka pakaian sehingga yang tersisa hanya pakaian dalam saja.
Keluar dari Peter’s Curtin Wall melalui pintu belakang, kembali terdapat hamparan rumput hijau yang berbatasan dengan sungai kecil. Ada beberapa pengunjung yang berjemur namun tidak sebanyak dan  “separah” yang berjemur di depan Peter’s Curtin Wall.
Di sepanjang tepian sungai terdapat beberapa atraksi yang menarik perhatian pengunjung, diantaranya adalah “rental” helicopter. Saya sebut rental saja, karena saya tidak mengerti istilah sebenarnya yang ditulis dalam Bahasa Russia, yang jelas kita bisa ikut terbang dengan helikopter tersebut selama 15 menit dengan biaya RUR 5 000.
Atraksi lainnya yang tidak kalah menariknya adalah pertandingan “Night Tale” (nama sebenarnya juga tidak tahu hehehe, karena semuanya dalam Bahasa Russia). Setelah melewati arena pertandingan “Night Tale”, kami disuguhi pameran tentang kehidupan para ksatria jaman dulu, ada stand pembuatan senjata tajam, stand pembuatan baju besi untuk perang, dan lain-lain.
Selain itu di sepanjang aliran sungai tampak pula kapal-kapal hilir mudik membawa wisatawan menyusuri sungai.
Cuaca di Russia memang cukup ekstrim bagi kami, walaupun suhu udara masih di bawah 300 C, tetapi udara terasa panas dan cukup kering. Akhirnya kami putuskan untuk menyudahi petualangan kami kali ini.
Dengan panduan Google Map yang ada di mobile phone, kami mencari rumah makan untuk makan siang. Kebetulan anak kami ada janji ketemuan dengan teman-temannya, sesama mahasiswa Indonesia dari Kaltim di sebuah rumah makan Korea.
Korean Restaurant BabJib
Setelah menyusuri dan menyeberang beberapa jalan, akhirnya kami sampai di BabJib Restaurant, yaitu sebuah Restaurant Korea. Di sana sudah menunggu dua orang mahasiswa asal Kaltim.
Kami memilih menu yang kira-kira kami mengerti, yaitu nasi putih, nasi goreng, bulgogi (salah satu rasa yang ada di Mie Instant Indonesia), dan soup yang ada gambar udangnya. Sedangkan minuman yang kami pilih adalah jus buah. Sambil ngobrol ditemani anak-anak mahasiswa dari Kaltim tidak terasa makanan yang ada di meja sudah ludes.

Rasa makanan di restaurant Korea sangat mirip dengan makanan Indonesia, terutama sentuhan pedasnya. Soal harga, cukup sebanding dengan rasa dan aroma yang tersaji, sekitar RUR 600 – 700 per porsi.
Di restaurant ini juga menyediakan produk-produk makanan instant, termasuk gingsengnya, dari Korea, seperti mie instant berbagai rasa. Anak kami yang cewek, penasaran dengan mie instant yang iklannya tersebar di Youtube, yaitu mie instant SHIN RAMYUN. Dengan harga RUR 80 per bungkus, kami coba membeli 1 bungkus untuk dimasak di rumah.
Bersambung ke Bagian 4

0 comments:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Post a Comment